SURABAYA – Kebijakan efisiensi yang diterapkan oleh Pemerintah memberikan dampak signifikan terhadap sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk dalam industri konveksi. Contohnya, Sugiharto, pemilik Konveksi99sub, dan Nur Hasyim, pemilik usaha konveksi di kawasan Dupak Surabaya, yang merasakan langsung dampak dari pengurangan anggaran instansi Pemerintah dan BUMN. Hal ini menyebabkan pesanan yang biasanya datang menjelang bulan Ramadhan, mengalami penurunan drastis.
Kepada Kompas.com, kedua pemilik konveksi tersebut menceritakan bagaimana mereka kini harus mencari cara untuk memastikan usaha mereka tetap berjalan dan karyawan mereka tetap bisa bekerja. Sugiharto, yang selama bertahun-tahun menerima pesanan dari BUMN untuk kebutuhan mudik seperti kaus dan topi, kini menghadapi kenyataan yang sulit.
“Jelang Ramadhan tahun ini penurunan omzetnya cukup signifikan. Kebijakan efisiensi Pemerintah memberi dampak besar pada UMKM, terutama,” ujar pria asli Surabaya tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dulu, dua minggu menjelang puasa, pesanan sudah mulai masuk, namun sekarang ia belum menerima kabar apapun. Sebelumnya, ia rutin mendapatkan pesanan dari BUMN sebanyak 500 kaus dan topi untuk mudik, serta sekitar 600 tas spunbond dan kaus dari sebuah brand minimarket. Namun kini, pesanan tersebut tidak lagi datang.
“Katanya sekarang diambil dari pusat, entah itu benar atau memang dampak efisiensi. Kalau dari BUMN atau pemerintah daerah, bisa dipastikan terkena efisiensi,” tambahnya. Bagi Sugiharto, kebijakan ini memberikan tekanan berat, khususnya dalam hal memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya. Ia menekankan, pengurangan anggaran untuk acara seremonial dan pengadaan perlengkapan instansi langsung mempengaruhi usaha kecil seperti miliknya. “Efisiensi ini sangat berpengaruh, jadi harus lebih kreatif untuk bertahan. Pemangku kebijakan harus memikirkan solusi, bukan hanya fokus pada efisiensi di pemerintahan,” ujarnya.
Menjaga kelangsungan usaha dengan berbagai cara
Nasib serupa juga dialami oleh Nur Hasyim, pemilik APD Production. Biasanya, menjelang bulan Ramadhan, ia menerima banyak pesanan kaus dari instansi, tetapi tahun ini kondisinya berbeda.
“Pada kuartal pertama tahun-tahun sebelumnya, saya sudah menerima pesanan kaus dari instansi, tapi tahun ini sama sekali tidak ada,” kata Hasyim, yang biasa dipanggil demikian. “Dulu sering dapat orderan dari Pemkot, sekarang malah tidak ada,” tambahnya.
Untuk mempertahankan usahanya, ia kini menerima pesanan apapun, termasuk menyablon tulisan di sarung untuk kliennya yang akan dibagikan saat Hari Raya Idul Fitri nanti. Meskipun ia mengakui bahwa itu tetap tidak cukup untuk menutupi penurunan pendapatannya yang terjadi saat ini. Agar tetap bertahan, ia menurunkan harga produksi.
“Tidak masalah, yang penting karyawan saya tetap bekerja. Yang penting usaha tetap berjalan. Sebelumnya saya memiliki sembilan pekerja, sekarang tinggal lima orang. Dampaknya sangat besar,” ujarnya.
Konveksi yang sudah berdiri sejak tahun 2012 ini selalu beradaptasi dengan naik turunnya harga bahan baku, namun kali ini situasinya jauh lebih sulit. Sejak adanya kebijakan efisiensi Pemerintah, ia merasakan penurunan omzet lebih dari 50 persen.
“Kalau harga bahan naik, masih bisa ditekan. Biasanya harga yang 50 bisa jadi 45 atau 40, masih ada untung. Tapi sekarang, jangankan untung, bertahan saja sudah alhamdulillah,” ujarnya.
“Tahun lalu memang sudah menurun, tapi sekarang jauh lebih parah. Dulu ada Pilpres, jadi masih ada orderan. Sekarang benar-benar sepi,” lanjutnya.
Kini, baik Sugiharto maupun Nur Hasyim berharap Pemerintah tidak hanya fokus pada penerapan efisiensi, tetapi juga memberikan solusi konkret bagi UMKM yang terdampak.
“Jangan hanya berbicara tentang meningkatkan UMKM, tapi tidak ada tindakan nyata. Jangan sampai kondisi ini berlarut-larut, nanti orang bisa tidak tahan dan akhirnya turun ke jalan,” pungkas Sugiharto.
Penulis : Yovela
Editor : Yovela
Sumber Berita: https://kompas.com